BAB VI
SUMBER DAYA
KONSUMEN dan PENGETAHUAN
6.1 SUMBERDAYA
EKONOMI
6.1.1 pengertian sumber daya ekonomi
Potensi sumberdaya ekonomi atau lebih
dikenal dengan potensi ekonomi pada dasarnya dapat diartikan sebagai sesuatu
atau segala sesuatu sumberdaya yang dimiliki baik yang tergolong pada
sumberdaya alam (natural resources/endowment factors) maupun potensi sumberdaya
manusia yang dapat memberikan manfaat (benefit) serta dapat digunakan sebagai
modal dasar pembangunan (ekonomi) wilayahtingkat ketergantungan terhadap
sumberdaya secara struktural harus bisa dialihkan pada sumberdaya alam lain.
Misalnya, penggunaan energi sinar matahari, panas bumi, atau gelombang laut
termasuk angin, akan dapat mengurangi ketergantungan manusia terhadap
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui. b. sumberdaya alam yang tidak
dapat diperbarui (non-renewable or exhaustible resources). Jenis sumberdaya ini
pada dasarnya meliputi sumberdaya alam yang mensuplai energi seperti minyak,
gas alam, uranium, batubara serta mineral yang non energi seperti misalnya :
tembaga, nikel,aluminium,dll.Sumberdaya alam jenis ini adalah sumberdaya alam
dalam jumlah yang tetap berupa deposit mineral (mineral deposits) diberbagai
tempat dimuka bumi. Sumberdaya alam jenis ini bisa habis baik karena sifatnya
yang tidak bisa diganti oleh proses alam maupun karena proses penggantian
alamiahnya berjalan lebih lamban dari jumlah pemanfaatannya. c. sumberdaya alam
yang potensial untuk diperbarui (potentially renewable resources). Kategori
sumberdaya alam ini tergolong sumberdaya alam yang bisa habis dalam jangka
pendek jika digunakan dan dicemari secara cepat, namun demikian lambat laun
akan dapat diganti melalui proses alamiah misalnya ; pohon-pohon di hutan,
rumput di padang rumput, deposit air tanah, udara segar dan lain-lain
Sumberdaya alam ini keberadaannya harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam
kerangka untuk mendorong, mempercepat dan menunjang proses pembangunan wilayah
(daerah). Namun demikian penting untuk diperhatikan aspek ketersediaan termasuk
daya dukungnya terhadap mobilitas pembangunan daerah, karena apabila sumberdaya
alam dengan 3 kategori ini dimanfaatkan dengan tidak bijaksana dan arif maka
sudah barang tentu stagnasi dan kemunduran dinamika pembangunan ekonomi wilayah
akan semakin cepat menjelma atau merupakan sesuatu yang tidak bisa
dihindarkan.Disamping komponen sumberdaya alam, pada saat ini peranan
sumberdaya manusia (human resources) dalam konteks kegiatan pembangunan ekonomi
termasuk pembangunan ekonomi daerah (wilayah) semakin signifikan. Faktor
sumberdaya manusia ini telah menghadirkan suatu proses pemikiran baru dalam
telaah teori-teori pembangunan ekonomi, yang menempatkan sumberdaya manusia
sebagai poros utama pembangunan ekonomi baik dalam skala global, nasional
maupun daerah. Strategi pembangunan ekonomi yang berbasis pada pengembangan
sumberdaya manusia (human resources development) dianggap sangat relevan dan
cocok dengan kondisi dan karakter pembangunan ekonomi terutama di negara-negara
berkembang sejak era 80-an. Strategi pembangunan ini pertama kali diperkenalkan
oleh seorang pakar perencanaan pembangunan ekonomi berkebangsaan Pakistan yang
bernama Mahbub Ul Haq yang pada saat itu menjadi konsultan Utama United Nation
Development Programme (UNDP).
Mahbub Ul Haq berpendapat bahwa
pengembangan sumberdaya manusia harus dijadikan landasan utama dalam kebijakan
pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang, dan hal ini dianggap
penting mengingat ketertinggalan negara-negara berkembang terhadap
negara-negara industri maju dalam tingkat kesejahteraan ekonomi seperti
kualitas dan standar hidup hanya akan dapat diperkecil manakala terjadi
peningkatan yang sangat signifikan dalam pengembangan kualitas sumberdaya
manusia.Dari pola pemikiran seperti diatas maka takaran peranan sumberdaya
manusia dalam proses pembangunan ekonomi dalam konteks untuk mengurangi
kesenjangan pembangunan ekonomi pada dasarnya harus dilihat dari aspek
peningkatan kualitasnya. Dengan kualitas sumberdaya manusia yang semakin meningkat,
akan dapat mendorong peningkatan produktivitas ekonomi sekaligus sebagai modal
dasar untuk memacu pertumbuhan ekonomi.Bagi kebayakan negara-negara yang
tingkat pembangunan ekonominya sudah tergolong lebih maju, produktivitas
sumberdaya manusia secara teknis telah dijadikan sebagai instrumen terpenting
untuk mempertahankan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi, sekaligus dalam upaya
untuk memperkuat basis struktural perekonomiannya. Dalam era globalisasi,
kualitas sumberdaya manusia yang handal akan sangat membantu suatu negara untuk
memenangkan kompetisi atau persaingan dalam perekonomian global sekaligus dapat
menjaga eksistensi negara tersebut dalam percaturan dan dinamika perekonomian
dunia yang semakin kompetitif.
6.1.2 Peranan Sumberdaya Ekonomi Dalam Pembangunan
Ekonomi Daerah
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam era otonomi daerah dewasa ini, kecepatan dan optimalisasi pembangunan wilayah (daerah) tentu akan sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi (baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia). Keterbatasan dalam kepemilikan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berkulitas dapat menimbulkan kemunduran yang sangat berarti dalam dinamika pembangunan ekonomi daerah. Konsekuensi lain yang ditimbulkan sebagai akibat terbatasnya kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah adalah ketidakleluasaan daerah yang bersangkutan untuk mengarahkan program dan kegiatan pembangunan ekonominya, dan situasi ini menyebabkan munculnya pula disparitas pembangunan ekonomi wilayah. Kondisi ini tampaknya menjadi tak terhindarkan terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini.Dalam telaah teoritis, dengan sangat tepat Hadi dan Anwar (1996) yang banyak menganalisis tentang dinamika ketimpangan dan pembangunan ekonomi antar wilayah mengungkapkan bahwa salah satu penyebab munculnya ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia adalah adanya perbedaan dalam karakteristik limpahan sumberdaya alam (resources endowment) dan sumberdaya manusia (human resources) disamping beberapa faktor lain yang juga sangat krusial seperti perbedaan demografi, perbedaan potensi lokasi, perbedaan aspek aksesibilitas dan kekuasaan (power) dalam pengambilan keputusan serta perbedaan aspek potensi pasar.
Dengan pola analisis sebagaimana diilustrasikan diatas dapat digarisbawahi bahwa pengelolaan, ketersediaan, dan kebijakan yang tepat, relevan serta komprehensif amat dibutuhkan dalam kaitannya dengan percepatan proses pembangunan ekonomi daerah dan penguatan tatanan ekonomi daerah yang pada gilirannya dapat menjamin keberlanjutan proses pembangunan ekonomi dimaksud. Namun amat disayangkan, dinamika pelaksanaan pembangunan ekonomi wilayah (daerah) dalam era otonomi daerah dewasa ini, memiliki atau menampakkan suatu kedenderungan dimana daerah yang kaya akan sumberdaya alam lebih cepat menikmati kemajuan pembangunan bila dibandingkan dengan wilayah lain yang miskin akan sumberdaya alam, hal ini diperparah lagi dengan keterbatasan kualitas sumberdaya manusia. Apabila kondisi seperti ini terus berlanjut maka tidaklah terlalu mengherankan manakala issu tentang ketimpangan pembangunan antara wilayah (kawasan) yang merebak di akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama yang lalu, kembali muncul dengan sosok yang semakin mengkhawatirkan.Sebagai ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat seorang pakar yang banyak menyoroti tentang dinamika otonomi daerah : “.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut tentunya ada penyebabnya, antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya alam serta penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam sudah diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas seperti kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan lain sebagainya yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota (lihat pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan rakyat banyak akan sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintahan daerah”. (Wasistiono, 2003)
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam era otonomi daerah dewasa ini, kecepatan dan optimalisasi pembangunan wilayah (daerah) tentu akan sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi (baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia). Keterbatasan dalam kepemilikan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berkulitas dapat menimbulkan kemunduran yang sangat berarti dalam dinamika pembangunan ekonomi daerah. Konsekuensi lain yang ditimbulkan sebagai akibat terbatasnya kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah adalah ketidakleluasaan daerah yang bersangkutan untuk mengarahkan program dan kegiatan pembangunan ekonominya, dan situasi ini menyebabkan munculnya pula disparitas pembangunan ekonomi wilayah. Kondisi ini tampaknya menjadi tak terhindarkan terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini.Dalam telaah teoritis, dengan sangat tepat Hadi dan Anwar (1996) yang banyak menganalisis tentang dinamika ketimpangan dan pembangunan ekonomi antar wilayah mengungkapkan bahwa salah satu penyebab munculnya ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia adalah adanya perbedaan dalam karakteristik limpahan sumberdaya alam (resources endowment) dan sumberdaya manusia (human resources) disamping beberapa faktor lain yang juga sangat krusial seperti perbedaan demografi, perbedaan potensi lokasi, perbedaan aspek aksesibilitas dan kekuasaan (power) dalam pengambilan keputusan serta perbedaan aspek potensi pasar.
Dengan pola analisis sebagaimana diilustrasikan diatas dapat digarisbawahi bahwa pengelolaan, ketersediaan, dan kebijakan yang tepat, relevan serta komprehensif amat dibutuhkan dalam kaitannya dengan percepatan proses pembangunan ekonomi daerah dan penguatan tatanan ekonomi daerah yang pada gilirannya dapat menjamin keberlanjutan proses pembangunan ekonomi dimaksud. Namun amat disayangkan, dinamika pelaksanaan pembangunan ekonomi wilayah (daerah) dalam era otonomi daerah dewasa ini, memiliki atau menampakkan suatu kedenderungan dimana daerah yang kaya akan sumberdaya alam lebih cepat menikmati kemajuan pembangunan bila dibandingkan dengan wilayah lain yang miskin akan sumberdaya alam, hal ini diperparah lagi dengan keterbatasan kualitas sumberdaya manusia. Apabila kondisi seperti ini terus berlanjut maka tidaklah terlalu mengherankan manakala issu tentang ketimpangan pembangunan antara wilayah (kawasan) yang merebak di akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama yang lalu, kembali muncul dengan sosok yang semakin mengkhawatirkan.Sebagai ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat seorang pakar yang banyak menyoroti tentang dinamika otonomi daerah : “.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut tentunya ada penyebabnya, antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya alam serta penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam sudah diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas seperti kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan lain sebagainya yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota (lihat pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan rakyat banyak akan sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintahan daerah”. (Wasistiono, 2003)
6.2 SUMBERDAYA
SEMENTARA
Waktu menjadi variabel yang semakin
penting dalam memahami perilaku konsumen. Karena konsumen mayoritas semakin
mengalami kemiskinan akan waktu. Namun demikian ada suatu bagian waktu yang
dihabiskan untuk kegiatan yang sangat pribadi yaitu waktu senggang. Sumber
daya kognitif, ialah produk yang diklasifikasikan menurut sifat waktu konsumen
disebut barang waktu (time goods).
6.2.1 Barang yang Menggunakan Waktu
Produk yang memerlukan pemakaian waktu
dala mengkonsumsinya. Contoh: Menonton TV, Memancing, Golf, Tennis (waktu
Senggang) Tidur, perawatan pribadi, pulang pergi (waktu wajib)
6.2.2 Barang Penghemat Waktu
Produk yang menghemat waktu
memungkinkan konsumen meningkatkan waktu leluasa mereka. Contoh: oven
microwave, pemotong rumput, fast food.
6.3 SUMBERDAYA KOGNITIF
Pengertian sumber daya kognitif adalah
kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan
operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini
membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana
seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat
seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi
secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme,
Periode sensorimotor
Menurut
Piaget,bayi lahir dengan
sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya.
Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode
sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat
bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting
dalam enam sub-tahapan:
- Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
- Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
- Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreatifitas
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua
dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan
bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari
fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget
adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri
dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak
memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan
merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan
pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua
sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan bahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda
dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran
intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris,
yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal
tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana
perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk
memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari
empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri
berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek
menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda
ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling
kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan
mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme(anggapan bahwa
semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai
mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar
tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai
memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang,
atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau
tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi
cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap
sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk
melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang
memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan,
kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti
kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti
akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa
boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah
periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai
dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa.
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta,
bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk
hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat
dari faktor biologis, tahapan ini
muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai
masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif penawaran normal, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan
sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini,
sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan
tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat
tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
- Universal (tidak terkait budaya)
- Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
- Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
- Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
- Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu
berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan
memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam
menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik
secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui
sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori
pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan
pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya
digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya
ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis
binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengann burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua
burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak
melihat seekor burung unta. Anak akan perlu
memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan
jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi
baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena
seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya
agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas,
melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh
mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang
melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang
tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi
pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung
unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label
"burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung
si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian
tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa
meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut
dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium,
yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya
di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut
selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang
berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang
tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
6.4 Kandungan Pengetahuan
Pengetahuan
Pengetahuan
konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian.
Pengetahuan
konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam
produk, serta pengetahuan lainnya yang terkait dan informasi yang berhubungan dengan
fungsinya sebagai konsumen.
Pengetahuan
Konsumen terbagi kedalam tiga macam :
1.
Pengetahuan Produk
2.
Pengetahuan Pembelian
3.
Pengetahuan Pemakaian
Keterangan:
- Pengetahuan Produk
Pengetahuan
produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan
ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur
produk, harga produkdan kepercayaan mengenai produk.
Jenis Pengetahuan
Produk:
(1)
Pengetahuan tentang karakteristik atau atribut produk
(2)
Pengetahuan tentang manfaat produk
(3)
Pengetahuan tentang kepuasan yg diberikan produk kepada konsumen
2.
Pengetahuan Pembelian
Pengetahuan
pembelian terdiri atas pengetahuan tentang toko, lokasi produk di dalam toko
dan penempatan produk yang sebenarnya di dalam toko tersebut. Konsumen
cenderung lebih senang mengunjungi toko yang sudah dikenalnya untuk berbelanja,
karena telah mengetahui dimana letak produk di dalam toko tersebut.
Perilaku Membeli:
1.
Store Contact
Meliputi tindakan
mencari outlet, pergi ke outlet dan memasuki outlet.
2.
Product Contact
Konsumen akan
mencari lokasi produk, mengambil produk tersebut dan membawanya ke kasir.
3.
Transaction
Konsumen akan
membayar produk tersebut dengan tunai, kartu kredit, kartu debet atau alat
pembayaran lainnya.
3.
Pengetahuan Pemakaian
Suatu produk akan
memberikan manfaat kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau
dikonsumsi. Agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang
maksimal dan
kepuasan yang tinggi, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi
produk tersebut dengan benar.Produsen berkewajiban untuk memberikan informasi
yang cukup agar konsumen mengetahui cara pemakaian suatu produk. Pengetahuan
pemakaian suatu produk adalah penting bagi konsumen
6.5 ORGANISASI PENGETAHUAN
Pengetahuan Konsumen akan Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli dan kapan membeli akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal-hal tersebut.
Pengetahuan Konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk, serta pengetahuan lainnya yang terkait dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen.
(1) Pengetahuan ttg karakteristik/atribut produk
(2) Pengetahuan ttg manfaat produk
(3) Pengetahuan ttg kepuasan yg diberikan produk kepada konsumen.
(1) Manfaat Fungsional, yaitu manfaat yg dirasakan konsumen secara fisiologis
(2) Manfaat Psikososial, yaitu aspek psikologis dan aspek sosial yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk.
Pengetahuan Konsumen akan Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli dan kapan membeli akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal-hal tersebut.
Pengetahuan Konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk, serta pengetahuan lainnya yang terkait dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen.
(1) Pengetahuan ttg karakteristik/atribut produk
(2) Pengetahuan ttg manfaat produk
(3) Pengetahuan ttg kepuasan yg diberikan produk kepada konsumen.
(1) Manfaat Fungsional, yaitu manfaat yg dirasakan konsumen secara fisiologis
(2) Manfaat Psikososial, yaitu aspek psikologis dan aspek sosial yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk.
6.6 MENGUKUR
PENGETAHUAN
Pengetahuan
konsumen terdiri dari informasi yang disimpan di dalam ingatan. Pemasar
khususnya tertarik untuk mengerti pengetahuan konsumen. Informasi yang dipegang
oleh konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian mereka.
Di dalam Psikologi kognitif dijelaskan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan fakta subjektif yang sudah diketahui. Pengetahuan deklaratif sendiri dibagi menjadi dua kategori, yaitu pengetahuan episodik (melibatkan pengetahuan yang dibatasi dengan lintasan waktu) dan pengetahuan semantik (mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan dan memberi arti bagi dunia seseorang). Sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian bagaimana fakta ini dapat digunakan. Fakta ini juga bersifat subjektif dalam pengertian fakta tersebut tidak perlu sesuai dengan realitas objektif.
Di dalam Psikologi kognitif dijelaskan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan fakta subjektif yang sudah diketahui. Pengetahuan deklaratif sendiri dibagi menjadi dua kategori, yaitu pengetahuan episodik (melibatkan pengetahuan yang dibatasi dengan lintasan waktu) dan pengetahuan semantik (mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan dan memberi arti bagi dunia seseorang). Sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian bagaimana fakta ini dapat digunakan. Fakta ini juga bersifat subjektif dalam pengertian fakta tersebut tidak perlu sesuai dengan realitas objektif.
REFERENSI
http://murtihasanah.wordpress.com/2011/11/08/tugas-softskill-bab-6-sumber-daya-konsumen-dan-pengetahuan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar