Rabu, 08 Januari 2014

ETIKA BISNIS

Contoh Kasus Hak Pekerja

Mau Menuntut Hak, Malah Di-PHK
Lima pekerja di salah satu perusahaan transportasi di Pasuruan diberhentikan/ di-PHK karena bergabung dengan Serikat Pekerja. Perusahaan PO.X memiliki beberapa divisi, diantaranya adalah divisi bengkel dan divisi kru bis. Serikat Pekerja divisi bengkel telah berhasil menuntut hak mereka yaitu mengenai upah, upah yang diberikan sebelumnya Rp. 25.000/hari padahal Upah Minimum Kabupaten sebesar Rp. 40.000/hari dan biaya Jamsostek yang 100% dibebankan kepada pekerja. Sekarang divisi bengkel telah menikmati upah yang sesuai dengan UMK dan memiliki Jamsostek yang dibayarkan oleh perusahaan.
Mengikuti kesuksesan divisi bengkel dalam menuntut hak kerja mereka, para pekerja di divisi kru bis pun mulai bergabung dengan Serikat Pekerja. Pekerja divisi kru bis banyak mengalami pelanggaran hak-hak pekerja, diantaranya adalah pembagian upah yang menganut sistem bagi hasil. Perhitungannya sistem bagi hasil tersebut adalah :
  • Supir : 14% dari pendapatan bersih per hari
  • Kondektur : 8% dari pendapatan bersih per hari
  • Kenek : 6% dari pendapatan bersih per hari
Apabila pekerja tidak masuk kerja akan dikenakan denda sebanyak Rp. 500.000/hari kecuali tidak masuk kerja karena sakit. Tunjangan Hari Raya pun tidak pernah diberikan kepada pekerja. Masalah lain adalah mengenai tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri biayanya.
Akan tetapi, perjuangan divisi kru bis lebih berat dibanding divisi bengkel karena perusahaan sudah semakin pintar dalam berkelit. Mereka tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB), semua perintah dan peraturan dikemukakan secara lisan sehingga pekerja tidak memiliki bukti tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan perusahaan seperti halnya yang dilakukan pekerja di divisi bengkel sebelumnya.
Kasus tersebut telah dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat, diputuskanlah bahwa kelima orang pekerja tersebut akan mendapat pesangon dan kasusnya akan dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). (Http://www.gajimu.com. Diakses dari Internet pada Hari Kamis, Tanggal 31 Oktober 2012, Pukul 01.15 WIB.)

  
ANALISIS
Berdasarkan contoh kasus tersebut di atas, dapat disimpulkan telah terjadi berbagai pelanggaran dalam hak-hak pekerja seperti misalnya (a) hak atas pekerjaan dan upah yang adil seperti pembagian upah yang menganut sistem bagi hasil yang tidak proporsional, adanya pemotongan (denda) sebanyak Rp. 500.000/hari bagi pekerja (divisi kru bis) kecuali tidak masuk kerja karena sakit, THR tidak pernah diberikan kepada pekerja, (b) hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan seperti tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri biayanya. (c) hak atas berserikat dan berkumpul, karena ketika para divisi kru bis mulai bergabung dengan serikat pekerja dan mengikuti jejak divisi bengkel untuk menuntut hak kerja mereka, justru mereka dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat dan diputuskanlah bahwa kelima orang yg tergabung dalam serikat pekerja tersebut mendapat pesangon dikarenakan perusahaan semakin pintar dalam berkelit dan semua perintah dan peraturan dikemukan secara lisan sehingga para pekerja tidak memiliki bukti tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan perusahaan tersebut.

Contoh Kasus Iklan Tidak Etis

Iklan XL Rp. 0 Dari Detik Pertama (Versi Baim)”
Iklan sudah menjadi bagian hidup kita, itu sudah tidak bisa di pungkiri. Bahkan iklan pun sudah memberi kehidupan bagi berbagai sektor, baik secara langsung maupun tidak. Mulai dari jasa advertising, percetakan, media, aktor/aktris yang menjadi bintang iklan dan masih banyak bidang lain yang menangguk keuntungan.
Sejauh yang saya ketahui, pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat.  Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan, pelaku iklan juga diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Di dalam EPI juga diberikan beberapa prinsip tentang keterlibatan anak-anak di bawah umur -apalagi Balita- seperti antara lain:
  • Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
  • Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
  • Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
  • Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anakanak mereka akan produk terkait (lihat halaman 33 EPI). 
Dari Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa “Iklan XL Rp. 0 Dari Detik Pertama (Versi Baim)” telah melanggar etika periklanan Indonesia yakni:
  1. Iklan XL tersebut menampilkan Ibrahim Khalil Alkatiri yang akrab disebut Baim (lahir di pada tanggal 7 Juni 2005; umur 7 tahun) Sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak seusianya.
  2. Iklan XL tersebut menampilkan seorang wanita yang memakai busana dan celana minim, selanjutnya wanita tersebut beradegan atau melakukan gerakan membuka baju di depan Baim. Kemudian Baim melakukan adegan berpura-pura menutup matanya namun masih berusaha mengintip melalui sela-sela jarinya. Sejurus kemudian wanita tersebut mengurungkan niat untuk membuka bajunya dan berbalik badan.
Tanpa kita sadari adegan tersebut melanggar etika kesopanan dan mengandung tindakan pornografi dan porno aksi (EPI, hal 25). Iklan tersebut menggunakan pemeran wanita berpakaian minim dan anak-anak sekaligus yang tidak dalam porsinya. Secara tidak langsung anak-anak diajarkan untuk melakukan tindakan yang melanggar etika kesopanan. Yakni bahwa mengintip itu sah-sah aja asalkan tidak disengaja. Apalagi Baim sebagai publik figur panutan anak-anak.

Contoh Kasus Etika Pasar Bebas

Menjelang dibukanya persaingan pasar bebas, Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis atau etika dalam berbisnis. Hal ini sangat penting diperhatikan dalam melakukan kegiatan bisnis dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi.  Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.Dalam kegiatan bisnis ini persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku.
Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Dari pembahasan diatas terdapat beberapa factor yang menjadikan produk indomie dilarang dipasarkan dinegara Taiwan. Beberapa factor dianataranya adalah harga yang di tawarkan, bahan dasar atau zat pengawet yang digunakan dan aturan standarisasi. Jika dari harga, harga yang ditawarkan indomie lebih murah dibanding dengan makanan sejenis dengan kualitas yang sama, serta zat pengawet atau bahan pengawet yang digunakan indomie dikatakan berbahaya karena telah melebihi standar pemakaian di Taiwan,namun menurut Ketua BPOM Kustantinah kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi. Sedangkan aturan Negara masing-masing yang memiliki pandangan berbeda, indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.
Jadi jelas etika dalam berbisnis sangat perlu diperhatikan sehingga masalah yang sekiranya akan terjadi dapat di selesaikan dengan baik tanpa harus ada salah satu pihak yang dirugikan.

Contoh Kasus Whistle Blowing

Whistle blower adalah istilah bagi karyawan, mantan karyawan atau pekerja, anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang. Secara umum segala tindakan yang melanggar ketentuan berarti melanggar hukum, aturan dan persyaratan yang menjadi ancaman pihak publik atau kepentingan publik. Termasuk di dalamnya korupsi, pelanggaran atas keselamatan kerja, dan masih banyak lagi.
Whistle blower bukanlah sesuatu yang baru melainkan sesuatu yang sudah lama ada. Whistle Blower menjadi sangat polpuler di Indonesia karena akhir ? akhir ini sangat marak pemberitaan yang menimpa Komisi Pemilihan Umum dengan pihak Whistle Blower (Khairiansyah, mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)). Itu adalah salah satu contoh di Indonesia, sebenarnya masih banyak contoh ? contoh lain di luar Indonesia yang menjadi Whistle Blower. Skandal yang terjadi ditubuh KPU adalah sekandal keuangan. Kita perlu ketahui bahwa skandal perusahaan tidak hanya menyangkut keuangan melainkan segala hal yang melanggar hukum dan dapat menimbulkan tidak hanya kerugian tetapi ancaman bagi masyarakat.
Contoh kasus di negara lain Jeffrey Wigand adalah seorang Whistle Blower yang sangat terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap sekandal perusahaan gThe Big Tobbacoh. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang gaddictiveh dan perusahaan ini menambahkan bahan gcarcinogenich di dalam ramuan rokok tersebut. Kita tahu bahwa gcarcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat menimbulkan kanker. Yang perlu diingat bahwa Whistle Blower tidak hanya pekerja atau karyawan dalam bisnis melainkan juga anggota di dalam suatu institusi pemerintahan (Contoh Khairiansyah adalah auditor di sebuah institusi pemerintah benama BPK).
Didalam dunia nyata yang mengalami pelanggran dalam hal hukum tidak hanya terjadi di dalam perusahaan atau institusi pemerintahan yang dapat menimbulkan ancaman secara substansial bagi masyarakat akibat dari tindakan WhistleBlowing. Salah satu tipe dari whistle blower yang paling sering ditemukan adalah tipe ginternal Whistle Blowerh. Adalah seorang pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau institusi yang melaporkan suatu tindakan pelanggaran hukum kepada karyawan lainnya atau atasannya yang juga ada di dalam perusahaan tersebut.
Selain itu juga ada tipe gexternal Whistleblowerh adalah pihak pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu pelanggaran hukum kepada pihak diluar institusi, organisasi atau perusahaan tersebut. Biasanya tipe ini melaporkan segala tindakan melanggar hukum kepada Media, penegak hukum, ataupun pengacara, bahkan agen ? agen pengawas praktik korupsi ataupun institusi pemerintahan lainnya. Secara umum seoarang gwhistle blowerh tidak akan dianggap sebagai gorang perusahaanh karena tindakannya melaporkan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
Secara lengkapnya seorang whistle blower telah menyimpang dari kepentingan perusahaan. Jika pengungkapan ternyata dilarang oleh hukum atau diminta atas perintah eksekutif untuk tetap dijaga kerahasiannya maka laporan seoarang whistle blower tidak dianggap berkhianat. Bagaimanapun juga di amerika serikat tidak ada kasus dimana seorang whistle blower diadili karena dianggap berkhianat gtreasonh. Terlebih lagi di dalam U.S federal whistleblower statues, untuk dianggap sebagai seoarang whistle blower seorang pekerja harus secara beralasan yakin bahwa seseorang atau institusi atau organisasi ataupun perusahaan telah melakukan tindakan pelanggaran hukum.

Referensi :