CURRICULUM VITAE
dinny hardiyanti
Minggu, 29 Juni 2014
Selasa, 10 Juni 2014
Kamis, 10 April 2014
Selasa, 25 Maret 2014
Rabu, 08 Januari 2014
ETIKA BISNIS
Contoh Kasus Hak Pekerja
Mau Menuntut Hak, Malah Di-PHK
Lima pekerja
di salah satu perusahaan transportasi di Pasuruan diberhentikan/ di-PHK karena
bergabung dengan Serikat Pekerja. Perusahaan PO.X memiliki beberapa divisi,
diantaranya adalah divisi bengkel dan divisi kru bis. Serikat Pekerja divisi
bengkel telah berhasil menuntut hak mereka yaitu mengenai upah, upah yang
diberikan sebelumnya Rp. 25.000/hari padahal Upah Minimum Kabupaten sebesar Rp.
40.000/hari dan biaya Jamsostek yang 100% dibebankan kepada pekerja. Sekarang
divisi bengkel telah menikmati upah yang sesuai dengan UMK dan memiliki
Jamsostek yang dibayarkan oleh perusahaan.
Mengikuti
kesuksesan divisi bengkel dalam menuntut hak kerja mereka, para pekerja di
divisi kru bis pun mulai bergabung dengan Serikat Pekerja. Pekerja divisi kru
bis banyak mengalami pelanggaran hak-hak pekerja, diantaranya adalah pembagian
upah yang menganut sistem bagi hasil. Perhitungannya sistem bagi hasil tersebut
adalah :
- Supir : 14% dari pendapatan bersih per hari
- Kondektur : 8% dari pendapatan bersih per hari
- Kenek : 6% dari pendapatan bersih per hari
Apabila
pekerja tidak masuk kerja akan dikenakan denda sebanyak Rp. 500.000/hari
kecuali tidak masuk kerja karena sakit. Tunjangan Hari Raya pun tidak pernah
diberikan kepada pekerja. Masalah lain adalah mengenai tidak diberikannya
fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja (kecelakaan
bus), pekerja harus menanggung sendiri biayanya.
Akan tetapi,
perjuangan divisi kru bis lebih berat dibanding divisi bengkel karena
perusahaan sudah semakin pintar dalam berkelit. Mereka tidak mempunyai
Perjanjian Kerja Bersama (PKB), semua perintah dan peraturan dikemukakan secara
lisan sehingga pekerja tidak memiliki bukti tertulis yang bisa dijadikan
senjata untuk melawan perusahaan seperti halnya yang dilakukan pekerja di
divisi bengkel sebelumnya.
Kasus
tersebut telah dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat, diputuskanlah bahwa
kelima orang pekerja tersebut akan mendapat pesangon dan kasusnya akan dibawa
ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). (Http://www.gajimu.com. Diakses dari Internet pada Hari Kamis, Tanggal 31
Oktober 2012, Pukul 01.15 WIB.)
ANALISIS
Berdasarkan
contoh kasus tersebut di atas, dapat disimpulkan telah terjadi berbagai
pelanggaran dalam hak-hak pekerja seperti misalnya (a) hak atas pekerjaan dan
upah yang adil seperti pembagian upah yang menganut sistem bagi hasil yang
tidak proporsional, adanya pemotongan (denda) sebanyak Rp. 500.000/hari bagi
pekerja (divisi kru bis) kecuali tidak masuk kerja karena sakit, THR tidak
pernah diberikan kepada pekerja, (b) hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan
seperti tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi
kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri biayanya. (c) hak
atas berserikat dan berkumpul, karena ketika para divisi kru bis mulai
bergabung dengan serikat pekerja dan mengikuti jejak divisi bengkel untuk
menuntut hak kerja mereka, justru mereka dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja
setempat dan diputuskanlah bahwa kelima orang yg tergabung dalam serikat
pekerja tersebut mendapat pesangon dikarenakan perusahaan semakin pintar dalam
berkelit dan semua perintah dan peraturan dikemukan secara lisan sehingga para
pekerja tidak memiliki bukti tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan
perusahaan tersebut.
Contoh
Kasus Iklan Tidak Etis
“Iklan XL Rp. 0 Dari Detik Pertama (Versi Baim)”
Iklan sudah menjadi bagian hidup
kita, itu sudah tidak bisa di pungkiri. Bahkan iklan pun sudah memberi
kehidupan bagi berbagai sektor, baik secara langsung maupun tidak. Mulai dari
jasa advertising, percetakan, media, aktor/aktris yang menjadi bintang iklan
dan masih banyak bidang lain yang menangguk keuntungan.
Sejauh yang saya ketahui, pada
prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada
aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk
pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat. Selain taat
dan patuh pada aturan perundang-undangan, pelaku iklan juga diminta menghormati
tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Ketaatan terhadap
EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika
Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku
Penyiaran).
Di dalam EPI juga diberikan beberapa
prinsip tentang keterlibatan anak-anak di bawah umur -apalagi Balita- seperti
antara lain:
- Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
- Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
- Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
- Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anakanak mereka akan produk terkait (lihat halaman 33 EPI).
Dari Penjelasan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa “Iklan XL Rp. 0 Dari Detik Pertama (Versi Baim)”
telah melanggar etika periklanan Indonesia yakni:
- Iklan XL tersebut menampilkan Ibrahim Khalil Alkatiri yang akrab disebut Baim (lahir di pada tanggal 7 Juni 2005; umur 7 tahun) Sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak seusianya.
- Iklan XL tersebut menampilkan seorang wanita yang memakai busana dan celana minim, selanjutnya wanita tersebut beradegan atau melakukan gerakan membuka baju di depan Baim. Kemudian Baim melakukan adegan berpura-pura menutup matanya namun masih berusaha mengintip melalui sela-sela jarinya. Sejurus kemudian wanita tersebut mengurungkan niat untuk membuka bajunya dan berbalik badan.
Tanpa kita sadari adegan tersebut
melanggar etika kesopanan dan mengandung tindakan pornografi dan porno aksi
(EPI, hal 25). Iklan tersebut menggunakan pemeran wanita berpakaian minim dan
anak-anak sekaligus yang tidak dalam porsinya. Secara tidak langsung anak-anak
diajarkan untuk melakukan tindakan yang melanggar etika kesopanan. Yakni bahwa
mengintip itu sah-sah aja asalkan tidak disengaja. Apalagi Baim sebagai publik
figur panutan anak-anak.
Contoh
Kasus Etika Pasar Bebas
Menjelang dibukanya persaingan
pasar bebas, Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan
tentang perilaku bisnis atau etika dalam berbisnis. Hal ini sangat penting
diperhatikan dalam melakukan kegiatan bisnis dan mengembangkan diri dalam pembangunan
ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang
mengikuti mekanisme pasar.Dalam kegiatan bisnis ini persaingan antar perusahaan
terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi
pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku.
Apalagi persaingan yang akan
dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan.
Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari
produk-produk lainnya.Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk
beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi
manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam
Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat).
Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan
pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis
produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket
terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini
mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang
praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di
dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan
tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga
membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih
dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin
melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk
mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.Menurut Kustantinah,
Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang
regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan
anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya
untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara
berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Dari pembahasan diatas
terdapat beberapa factor yang menjadikan produk indomie dilarang dipasarkan
dinegara Taiwan. Beberapa factor dianataranya adalah harga yang di tawarkan,
bahan dasar atau zat pengawet yang digunakan dan aturan standarisasi. Jika dari
harga, harga yang ditawarkan indomie lebih murah dibanding dengan makanan
sejenis dengan kualitas yang sama, serta zat pengawet atau bahan pengawet yang
digunakan indomie dikatakan berbahaya karena telah melebihi standar pemakaian
di Taiwan,namun menurut Ketua BPOM Kustantinah kadar kimia yang ada
dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi.
Sedangkan aturan Negara masing-masing yang memiliki pandangan berbeda,
indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang
regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan
anggota Codec.
Jadi jelas etika dalam
berbisnis sangat perlu diperhatikan sehingga masalah yang sekiranya akan
terjadi dapat di selesaikan dengan baik tanpa harus ada salah satu pihak yang
dirugikan.
Contoh Kasus Whistle Blowing
Whistle blower adalah istilah bagi karyawan, mantan karyawan atau
pekerja, anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu
tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang. Secara
umum segala tindakan yang melanggar ketentuan berarti melanggar hukum, aturan
dan persyaratan yang menjadi ancaman pihak publik atau kepentingan publik.
Termasuk di dalamnya korupsi, pelanggaran atas keselamatan kerja, dan masih banyak
lagi.
Whistle blower bukanlah sesuatu yang baru melainkan sesuatu yang sudah
lama ada. Whistle Blower menjadi sangat polpuler di Indonesia karena akhir ?
akhir ini sangat marak pemberitaan yang menimpa Komisi Pemilihan Umum dengan
pihak Whistle Blower (Khairiansyah, mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)). Itu adalah salah satu contoh di Indonesia, sebenarnya masih banyak
contoh ? contoh lain di luar Indonesia yang menjadi Whistle Blower. Skandal
yang terjadi ditubuh KPU adalah sekandal keuangan. Kita perlu ketahui bahwa
skandal perusahaan tidak hanya menyangkut keuangan melainkan segala hal yang
melanggar hukum dan dapat menimbulkan tidak hanya kerugian tetapi ancaman bagi
masyarakat.
Contoh kasus di negara lain Jeffrey Wigand adalah seorang Whistle Blower
yang sangat terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap sekandal perusahaan gThe Big Tobbacoh. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah
produk yang gaddictiveh dan perusahaan ini menambahkan bahan gcarcinogenich di dalam ramuan rokok tersebut. Kita tahu
bahwa gcarcinogenic adalah
bahan berbahaya yang dapat menimbulkan kanker. Yang perlu diingat bahwa Whistle
Blower tidak hanya pekerja atau karyawan dalam bisnis melainkan juga anggota di
dalam suatu institusi pemerintahan (Contoh Khairiansyah adalah auditor di
sebuah institusi pemerintah benama BPK).
Didalam dunia nyata yang mengalami pelanggran dalam hal hukum tidak hanya
terjadi di dalam perusahaan atau institusi pemerintahan yang dapat menimbulkan
ancaman secara substansial bagi masyarakat akibat dari tindakan WhistleBlowing.
Salah satu tipe dari whistle blower yang paling sering ditemukan adalah tipe ginternal Whistle Blowerh. Adalah seorang pekerja atau karyawan di
dalam suatu perusahaan atau institusi yang melaporkan suatu tindakan
pelanggaran hukum kepada karyawan lainnya atau atasannya yang juga ada di dalam
perusahaan tersebut.
Selain itu juga ada tipe gexternal
Whistleblowerh adalah pihak pekerja
atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu
pelanggaran hukum kepada pihak diluar institusi, organisasi atau perusahaan
tersebut. Biasanya tipe ini melaporkan segala tindakan melanggar hukum kepada
Media, penegak hukum, ataupun pengacara, bahkan agen ? agen pengawas praktik
korupsi ataupun institusi pemerintahan lainnya. Secara umum seoarang gwhistle blowerh tidak akan dianggap sebagai gorang perusahaanh karena tindakannya melaporkan tindakan
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
Secara lengkapnya seorang whistle blower telah menyimpang dari
kepentingan perusahaan. Jika pengungkapan ternyata dilarang oleh hukum atau
diminta atas perintah eksekutif untuk tetap dijaga kerahasiannya maka laporan
seoarang whistle blower tidak dianggap berkhianat. Bagaimanapun juga di amerika
serikat tidak ada kasus dimana seorang whistle blower diadili karena dianggap
berkhianat gtreasonh. Terlebih lagi di dalam U.S federal
whistleblower statues, untuk dianggap sebagai seoarang whistle blower seorang
pekerja harus secara beralasan yakin bahwa seseorang atau institusi atau
organisasi ataupun perusahaan telah melakukan tindakan pelanggaran hukum.
Referensi :
Senin, 16 Desember 2013
ETIKA BISNIS
ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
Nama : Dinny Hardiyanti
Kelas : 4 EA 13
NPM : 19210799
Salah satu kajian penting dalam Islam adalah
persoalan etika bisnis. Pengertian etika adalah a code or set of
principles which people live (kaedah atau seperangkat prinsip yang
mengatur hidup manusia).
Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara
rasional dan kritis tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral
berbeda dengan etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan
buruk, sedangkan etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa
sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada
tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk
apa alasan pikirannya, merupakan lapangan etika. Salah satu kajian etika yang
amat populer memasuki abad 21 di mellinium ketiga ini adalah etika bisnis. DIKOTOMI
MORAL DAN BISNIS.
Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Maka tidak aneh bila masih banyak ekonom kontemporer yang menggemakan cara pandang Ekonomi Klasik Adam Smith. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak mempunyai tanggung jawab sosial dan bisnis terlepas dari “etika”. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Di Indonesia Paham klasik tersebut sempat berkembang secara subur di Indonesia, sehingga mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia ke dalam jurang kehancuran. Kolusi, korupsi, monopoli, penipuan, penimbunan barang, pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja, perampokan bank oleh para konglomerat, adalah persoalan-persoalan yang begitu telanjang didepan mata kita baik yang terlihat dalam media massa maupun media elektronik. Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi?. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Memasukkan gatra nilai etis sosial dalam diskursus ilmu ekonomi, menurut kalangan ekonom seperti di atas, akan mengakibatkan ilmu ekonomi menjadi tidak ilmiah, karena hal ini mengganggu obyektivitasnya. Mereka masih bersikukuh memegang jargon “mitos bisnis a moral” Di sisi lain, etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Maka tidak aneh bila masih banyak ekonom kontemporer yang menggemakan cara pandang Ekonomi Klasik Adam Smith. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak mempunyai tanggung jawab sosial dan bisnis terlepas dari “etika”. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Di Indonesia Paham klasik tersebut sempat berkembang secara subur di Indonesia, sehingga mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia ke dalam jurang kehancuran. Kolusi, korupsi, monopoli, penipuan, penimbunan barang, pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja, perampokan bank oleh para konglomerat, adalah persoalan-persoalan yang begitu telanjang didepan mata kita baik yang terlihat dalam media massa maupun media elektronik. Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi?. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Memasukkan gatra nilai etis sosial dalam diskursus ilmu ekonomi, menurut kalangan ekonom seperti di atas, akan mengakibatkan ilmu ekonomi menjadi tidak ilmiah, karena hal ini mengganggu obyektivitasnya. Mereka masih bersikukuh memegang jargon “mitos bisnis a moral” Di sisi lain, etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Kebangkitan
Etika Bisnis Sebenarnya,
Di Barat sendiri, pemikiran yang mengemukakan bahwa ilmu ekonomi bersifat
netral etika seperti di atas, akhir-akhir ini telah digugat oleh sebagian
ekonom Barat sendiri. Pandangan bahwa ilmu ekonomi bebas nilai, telah tertolak.
Dalam ilmu ekonomi harus melekat nuansa normatif dan tidak netral
terhadap nilai-nilai atau etika sosial. Ilmu ekonomi harus mengandung penentuan
tujuan dan metode untuk mencapai tujuan. Pemikiran ini banyak dilontarkan oleh Samuel
Weston, 1994, yang merangkum pemikiran Boulding(1970), Mc Kenzie
(1981), dan Myrdal (1984).
Pada tahun 1990-an Paul Ormerof, seorang ekonom
kritis Inggris menerbitkan bukunya yang amat menghebohkan “The Death of
Economics", Ilmu Ekonomi sudah menemui ajalnya. (Ormerof,1994).
Tidak sedikit pula pakar ekonomi millenium telah menyadari makin tipisnya
kesadaran moral dalam kehidupan ekonomi dan bisnis modern. Amitas Etzioni
menghasilkan karya monumental dan menjadi best seller; The Moral
dimension: Toward a New Economics (1988). Berbagai buku etika bisnis
dan dimensi moral dalam ilmu ekonomi semakin banyak bermunculnan. Jadi,
menjelang millenium ketiga dan memasuki abad 21, konsep etika mulai memasuki
wacana bisnis. Wacana bisnis bukan hanya dipengaruhi oleh situasi ekonomis,
melainkan oleh perubahan-perubahan sosial, ekonomi, politik, teknologi,
serta pergeseran-pergeseran sikap dan cara pandang para pelaku bisnis atau ahli
ekonomi. Keburukan-keburukan bisnis mulai dibongkar. Mulai dari perkembangan
pasar global, resesi yang mengakibatkan pemangkasan anggaran PHK, enviromentalisme,
tuntutan para karyawan yang makin melampaui sekedar kepuasan material,
aktivisme para pemegang saham dalam perusahaan-perusahaan go public
atau trans nasional, kaedah-kaedah baru di bidang managemen, seperti Total
Quality Management, rekayasa ulang dan bencmarking yang menghasilkan
pemipihan hirarki dan empowerment, semuanya telah men¬ingkatkan
kesadaran orang tentang keniscayaan etika dalam aktivitas bisnis.
Contoh kecil kesadaran itu terlihat pada sikap para pakar ekonomi kapitalis Barat -yang telah merasakan implikasi keburukan strategi spekulasi yang amat riskan- mengusulkan untuk membuat kebijakan dalam memerangi spekulasi. Prof. Lerner dalam buku “Economics of Control”, mengemukakan bahwa kejahatan spekulasi yang agressif, paling baik bila dicegah dengan kontra spekulasi. Mereka tampaknya belum berhasil menyelesaikan krisis tersebut, meskipun mereka menanganinya dengan serius. Mungkin karena itulah Prof. Taussiq berusaha memecahkan masalah ini dengan memperbaiki moral rakyat. Ia dengan lantang berkomentar, “Obat paling mujarab, bagi kerusakan dunia bisnis adalah norma moral yang baik untuk semua industri”.
Contoh kecil kesadaran itu terlihat pada sikap para pakar ekonomi kapitalis Barat -yang telah merasakan implikasi keburukan strategi spekulasi yang amat riskan- mengusulkan untuk membuat kebijakan dalam memerangi spekulasi. Prof. Lerner dalam buku “Economics of Control”, mengemukakan bahwa kejahatan spekulasi yang agressif, paling baik bila dicegah dengan kontra spekulasi. Mereka tampaknya belum berhasil menyelesaikan krisis tersebut, meskipun mereka menanganinya dengan serius. Mungkin karena itulah Prof. Taussiq berusaha memecahkan masalah ini dengan memperbaiki moral rakyat. Ia dengan lantang berkomentar, “Obat paling mujarab, bagi kerusakan dunia bisnis adalah norma moral yang baik untuk semua industri”.
Pandangan-pandangan di atas menunjukkan, bahwa di
Barat telah muncul kesadaran baru tentang pentingnya dimensi etika memasuki lapangan
bisnis. Kecenderungan Baru Perusahaan-perusahaan besar, model abad
21, kelihatannya juga mempunyai kecenderungan baru untuk mengimplementasikan
etika bisnis sebagai visi masyarakat yang bertanggung-jawab secara sosial dan
ekonomis. Realitas di atas, dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh James Liebig, penulis Merchants of Vision. Dalam
penelitian itu, ia mewawancarai tokoh-tokoh bisnis di 14 negara. James
Liebig menemukan enam perspektif, yang umum berlaku, sbb: 1. Bertindak
sesuai etika, 2. Mempertinggi keadilan sosial, 3. Melindungi lingkungan, 4.
Pemberdayaan kreatifitas manusia, 5. Menentukan visi dan tujuan bisnis yang
bersifat sosial dan melibatkan para karyawan dalam membangun dunia bisnis yang
lebih baik, menghidupkan sifat kasih sayang dan pelayanan yang baik dalam
proses perusahaan, 6. Meninjau ulang pandangan klasik tentang paradigma ilmu
ekonomi yang bebas nilai. Perspektif di atas menunjukkan bahwa etika bisnis
yang selama ini jadi cita-cita, kini benar-benar menjadi mudah diwujudkan
sebagai kenyataan. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menolak etika dalam
dunia bisnis, bahkan kepatuhan kepada etika bisnis, sesungguhnya, bersifat
kondusif terhadap upaya meningkatkan keuntungan pengusaha atau pemilik modal.
Misalnya, para pengusaha sekarang, percaya bahwa kesenjangan gaji yang tidak
terlalu besar antara penerima gaji tertinggi dan terendah dan
fasilitas-fasilitas yang diterima oleh kedua kelompok karyawan ini, akan
mendorong peningkatan kinerja perusahaan secara menyeluruh. Karyawan yang dulu
cendrung dianggap sebagai sekrup dalam mesin besar perusahaan, kini
diberdayakan. Perempuan yang selam ini sering menjadi korban tuntutan
efisiensi, sekarang mendapatkan perhatian yang layak. Perusahaan-perusahaan
besar kinipun berlomba-lomba menampilkan citra diri yang sadar lingkungan,
bukan saja lingkungan fisik tetapi juga lingkungan sosial dan budaya. Jika di sarang
kapitalisme sendiri, (Amerika dan Eropa) telah mulai berkembang trend baru
bagi dunia bisnis, yaitu keniscayaan etika, (meskipun mungkin belum sempurna),
tentu kemunculannya lebih mungkin dan lebih dapat subur di negeri kita yang
dikenal agamis ini. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan, bahwa eksistensi
etika dalam wacana bisnis merupakan keharusan yang tak terbantahkan. Dalam
situasi dunia bisnis membutuhkan etika, Islam sejak lebih 14 abad yang lalu,
telah menyerukan urgensi etika bagi aktivitas bisnis.
Islam Sumber Nilai dan Etika Islam merupakan sumber nilai dan
etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana
bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis.
Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan,
faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan,
masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika
sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial. Aktivitas bisnis
merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem ekonomi Islam berangkat
dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, seperti kapitalisme
dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak
begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua
sistem itu dari wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat
dari etika, tetapi dari kepentingan (interest). Kapitalisme
berangkat dari kepentingan individu sedangkan sosialisme berangkat dari
kepentingan kolektif. Namun, kini mulai muncul era baru etika bisnis di
pusat-pusat kapitalisme. Suatu perkembangan baru yang menggembirakan.
Al-Qur’an sangat banyak mendorong manusia untuk
melakukan bisnis. (Qs. 62:10,). Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis
tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi
(QS. 4: 29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan
membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282). Rasulullah sendiri
adalah seorang pedagang bereputasi international yang mendasarkan bangunan
bisnisnya kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan dasar itu Nabi
membangun sistem ekonomi Islam yang tercerahkan. Prinsip-prinsip bisnis yang
ideal ternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Realitas ini
menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi yang berkeadilan,
sebenarnya pernah terjadi, meski dalam lingkup nasional, negara Madinah.
Nilai, spirit dan ajaran yang dibawa Nabi itu, berguna untuk membangun tata
ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tata ekonomi dunia yang
berkeadilan. Syed Nawab Haidar Naqvi, dalam buku “Etika dan Ilmu
Ekonomi: Suatu Sistesis Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi,
yaitu, tauhid, keseimbangan (keadilan), kebebasan, tanggung jawab.
Tauhid, merupakan wacana teologis yang mendasari
segala aktivitas manusia, termasuk kegiatan bisnis. Tauhid menyadarkan manusia
sebagai makhluk ilahiyah, sosok makhluk yang bertuhan. Dengan demikian,
kegiatan bisnis manusia tidak terlepas dari pengawasan Tuhan, dan dalam rangka
melaksanakan titah Tuhan. (QS. 62:10)
Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi (QS.7:31). Kepemilikan individu yang tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental (QS. 51:19)
Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepada aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, “Semua boleh kecuali yang dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguynya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Pertanggungjawaban, berarti, bahwa manusia sebagai pelaku bisnis, mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta sebagai komoditi bisnis dalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. PANDUAN NABI MUHAMMAD DALAM BISNIS.
Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi (QS.7:31). Kepemilikan individu yang tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental (QS. 51:19)
Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepada aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, “Semua boleh kecuali yang dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguynya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Pertanggungjawaban, berarti, bahwa manusia sebagai pelaku bisnis, mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta sebagai komoditi bisnis dalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. PANDUAN NABI MUHAMMAD DALAM BISNIS.
Rasululah Saw, sangat banyak memberikan petunjuk
mengenai etika bisnis, di antaranya ialah: Pertama, bahwa prinsip esensial
dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat
fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan
kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak
dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia
menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan
kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam
berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah
bawah dan barang baru di bagian atas. Kedua, kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar
mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak
ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun
(menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya,
berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran
memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang. Ketiga, tidak melakukan
sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis
melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis
riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang
memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar,
Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu
dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R.
Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan,
karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli
atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh
berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah. Keempat, ramah-tamah . Seorang palaku
bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw
mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis”
(H.R. Bukhari dan Tarmizi). Kelima, tidak boleh berpura-pura menawar dengan
harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda
Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli
tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat
untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli). Keenam, tidak
boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan
maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq
‘alaih).
Ketujuh, tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
Kedelapan, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112). Kesembilan, Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”. Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakuan.
Kesebelas, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam. Keduabelas, tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
Ketigabelas, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir). Keempatbelas, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29). Kelimabelas, Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim). Keenambelas, Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim). Ketujuhbelas, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
Ketujuh, tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
Kedelapan, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112). Kesembilan, Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”. Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakuan.
Kesebelas, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam. Keduabelas, tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
Ketigabelas, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir). Keempatbelas, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29). Kelimabelas, Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim). Keenambelas, Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim). Ketujuhbelas, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
Demikianlah sebagian etika bisnis dalam perspektif
Islam yang sempat diramu dari sumber ajaran Islam, baik yang bersumber dari
al-Qur’an maupun Sunnah.
Sumber: http://dahlia-etikabisnis.blogspot.com
ETIKA BISNIS
ETIKA BISNIS
Nama : Dinny Hardiyanti
Kelas : 4 EA 13
NPM : 19210799
Norma adalah aturan yang berlaku di
kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan
masyarakat yang aman, tertib dan sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang
masih melanggar norma-norma dalam masyarakat. Norma terdiri dari 5 jenis yaitu
noma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan,norma kebiasaan dan norma hukum.
Pengertian dari ke-5 jenis norma tersebut yaitu Norma Agama adalah norma yang
berdasarkan pada ajaran aqidah suatu agama. Norma Kesusilaan adalah norma yang
berdasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Norma Kesopanan adalah norma yang
berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyarakat. Norma
Kebiasaan adalah norma yang merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan
secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Norma Hukum
adalah himpunan petunjuk hidup/ perintah dan larangan yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat.
Secara umum etika dibagi menjadi 2 yaitu; Etika umum
yang berarti etika yang berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana
manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis,
teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjafi pegangan bagi
manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik buruknya suatu
tindakan. Etika khusus
merupakan etika dalam penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus.
Prinsip-prinsip dari etika bisnis yaitu; Prinsip
otonomi yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan. Prinsip kejujuran,
kejujuran adalah hal dasar yang harus dilakukan jadi jika prinsip kejujuran di
pegang oleh perusahaan maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan
perusahaan tersebut. Prinsip tidak berbuat jahat, prinsip ini berhubungan erat
dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu
meredam niat jahat perusahaan itu. Prinsip keadilan, perusahaan harus
bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Prinsip
hormat pada diri sendiri, perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut
melalui prinsip kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
Kelompok stakeholdes adalah pihak yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan dari bisnis secara keseluruhan. Ada
3 Kriteria dan prinsip dari etika Utilitarianisme yaitu manfaat, manfaat
terbesar dan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Nilai positif dari
etika tersebut ada 3 juga yaitu Rasionalitas, utilitarisme sangat menghargai
kebebasan setiap pelaku moral, dan yang terakhir universalitas. Lalu ada juga
kelemahan dari etika ini ialah manfaat merupakan konsep yang begitu luas
sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit
dan tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri
dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya
yakni tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang. Variabel yang
dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi. Seandainya ketiga kriteria dari etika
utilitarianisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan
prioritas diantara ketiganya. Etika ini membenarkan hak kelompok minoritas
tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.
Tanggung jawab Sosial
Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya
dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi,
khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungandalam
segala aspek operasional perusahaan. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral
yakni; Tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar. Tanggung
jawab juga mengandaikan adanya kebebasan pada tempat pertama. Tanggung
jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau
melakukan tindakan itu. Bagi Status Perusahaan yakni; Pandangan
Legal-creator, yang melihat perusahaan sebagai sepenuhnya ciptaan hukum dan
karena itu hanya berdasarkan hukum. Pandangan Legal-recognitions, yang
tidak memusatkan perhatian pada status legal perusahaan melainkan pada
perusahaan sebagai suatu usaha bebas dan produktif. Serta Argumen yang
menentang perlunya keterlibatan sosial perusahaan dengan tujuan utama bisnis
adalah mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Tujuan yang terbagi-bagi dan harapan
yang membingungkan. Biaya keterlibatan sosial dan Kurangnya
tenaga terampil dibidang kegiatan sosial. Kemudian Argumen yang mendukung
perlunnya keterlibatan sosial perusahaaan Kebutuhan dan harapan masyarakat
yang semakin berubah, Terbatasnya
SDA, Lingkungan sosial yang lebih baik, Perimbangan tanggung jawab dan
perusahaan, Bisnis yang mempunyai sumber-sumber daya yang berguna, Keuntungan
jangka panjang
Paham tradisional dalam bisnis yaitu terdiri dari Keadilan
Legal yakni menyangkut hubungan antara individu/kelompok masyarakat dengan
negara, Keadilan Komutatif yakni mengatur hubungan yang adil antara satu orang
dengan yang lain atau warga negara satu dengan warga negara lainnya, Keadilan Distributif
( keadilan ekonomi ) yakni distribusi ekonomi yang merata/ yang dianggap merata
bagi semua warga negara.
Kemudian ada Macam- macam hak pekerja, yakni; hak atas
pekerjaan, merupakan hak asasi manusia, hak atas upah yang adil, merupakan hak
legal yang diterima dan di tuntut seseorang sejak ia mengika diri untuk bekerja
pada suatu perusahaan, hak untuk berserikat dan berkumpul, untuk bisa
memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang adil, pekerja harus
diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk di proses
hukum secara sah, hak ini berlaku ketika seorang pekerja dituduhdan diancam
dengan hukuman tertentu karena diduga melakukan pelanggaran/ kesalahan tertentu,
hak untuk diperlakukan secara sama, tidak boleh ada diskriminasi dalam
perusahaan entah berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama dan
semacamnya, baik dalam sikap dan perlakuan gaji maupun peluang untuk jabatan,
pelatihan atau pendidikan lebih lanjut, hak atas rahasia pribadi, karyawan
punya hak untuk dirahasiakan data pribadinya, hak ini tidak mutlak, hak atas
kebebasan suara hati, pekerja tidak boleh dipaksa untuk melakukan tindakan
tertentu yang dianggapnya tidak baik atau mungkin baik menurut perusahaan jadi
pekerja harus dibiarkan bebas mengikuti apa yang menurut suara hatinya adalah
baik.
Whistle blowing adalah tindakan yang
dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan
kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak
lain. Macam- macam whistle blowing; Whistle blowing internal, terjadi ketika
seorang/beberapa orang karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh
karyawan lain/kepala bagiannya kemudian melaporkan kecurangan itu kepada
pimpinan perusahaan yang lebih tinggi, Whistle blowing eksternal,
menyangkut kasus dimanaseseorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan
perusahaannya lalu membocorkannya kepada masyarakat karena ia tahu bahwa
kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Suatu kontrak dapat dikatakan baik dan adil apabila yang
pertama yaitu kedua
belah pihak mengetahui sepenuhnya hakikat dan kondisi persetujuan yang mereka
sepakati, kedua yaitu tidak ada
pihak yang memalsukan fakta tentang kondisi dan syarat-syarat kontrak, ketiga
yaitu tidak ada pemaksaan, dan keempat yaitu tidak mengikat untuk tindakan yang
bertentangan dengan moralitas.
Kewajiban produsen yaitu diantaranya ialah; memenuhi
ketentuan yang melekat pada produk, menyingkapkan semua informasi serta tidak
mengatakan yang tidak benar tentang produk yang ditawarkan. Kemudian pertimbangan
gerakan konsumen yaitu diantaranya ialah; Produk yang semakin banyak dan rumit, terspesialisasinya
jenis jasa, pengaruh
iklan terhadap kehidupan konsumen, keamanan
produk yang tidak diperhatikan, posisi
konsumen yang lemah.
Iklan mempunyai dua fungsi yaitu berfungsi memberi
informasi dan membentuk opini. Yang dapat dijelaskan dijelaskan bahwa iklan yang
berfungsi sebagai pemberi informasi merupakan media untuk menyampaikan
informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan / sedang
ditawarkan di pasar. Pada fungsi ini iklan membeberkan dan menggambarkan
seluruh kenyataan serinci mungkin tentang suatu produk yang pada akhirnya untuk
mencapai tujuan agar konsumen mengetahui produk tersebut dan membelinya. Dan iklan
yang berfungsi sebagai pembentuk opini merupakan iklan untuk mempengaruhi massa
pemilih, dengan kata lain iklan berfungsi untuk menarik dan mempengaruhi calon konsumen
untuk membeli produk yang diiklankan dengan menggunakan cara menampilkan model
ilkan yang persuasif, manipulatif dengan maksud menggiring konsumen untuk
membeli produk.
Sumber : www.organisasi.org
Langganan:
Postingan (Atom)