Dongeng Legenda Sungai Jodoh
Pada suatu masa di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang
didiami seorang gadis yatim piatu bernama Mah Bongsu. Ia menjadi
pembantu rumah tangga dari seorang majikan bernama Mak Piah. Mak Piah
mempunyai seorang putri bernama Siti Mayang. Pada suatu hari, Mah Bongsu
mencuci pakaian majikannya di sebuah sungai. Ular! teriak Mah Bongsu
ketakutan ketika melihat seekor ulat mendekat. Ternyata ular itu tidak
ganas, ia berenang ke sana ke mari sambil menunjukkan luka di
punggungnya. Mah Bongsu
memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan membawanya pulang ke rumah.
memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan membawanya pulang ke rumah.
Mah Bongsu merawat ular tersebut hingga sembuh. Tubuh ular tersebut
menjadi sehat dan bertambah besar. Kulit luarnya mengelupas sedikit demi
sedikit. Mah Bongsu memungut kulit ular yang terkelupas itu, kemudian
dibakarnya. Ajaib, setiap Mah Bongsu membakar kulit ular, timbul asap
besar. Jika asap mengarah ke Negeri Singapura, maka tiba-tiba terdapat
tumpukan emas berlian dan uang. Jika asapnya mengarah ke negeri Jepang,
mengalirlah berbagai alat elektronik buatan Jepang. Dan bila asapnya
mengarah ke kota Bandar Lampung, datang berkodi-kodi kain tapis Lampung.
Dalam tempo dua, tiga bulan, Mah Bongsu menjadi kaya raya jauh melebihi
Mak Piah Majikannya. Kekayaan Mah Bongsu membuat orang bertanya-tanya.
Pasti Mah Bongsu memelihara tuyul, kata Mak Piah. Pak Buntal pun
menggarisbawahi pernyataan istrinya itu. Bukan memelihara tuyul! Tetapi
ia telah mencuri hartaku! Banyak orang menjadi penasaran dan berusaha
menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu. Untuk menyelidiki asal usul
harta Mah Bongsu ternyata tidak mudah. Beberapa dari orang dusun yang
penasaran telah menyelidiki berhari-hari namun tidak dapat menemukan
rahasianya.
Yang penting sekarang ini, kita tidak dirugikan, kata Mak Ungkai
kepada tetangganya. Bahkan Mak Ungkai dan para tetangganya mengucapkan
terima kasih kepada Mah Bongsu, sebab Mah Bongsu selalu memberi bantuan
mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Selain mereka, Mah Bongsu juga
membantu para anak yatim piatu, orang yang sakit dan orang lain yang
memang membutuhkan bantuan. Mah Bongsu seorang yang dermawati, sebut
mereka.
Mak Piah dan Siti Mayang, anak gadisnya merasa tersaingi. Hampir
setiap malam mereka mengintip ke rumah Mah Bongsu. Wah, ada ular sebesar
betis? gumam Mak Piah. Dari
kulitnya yang terkelupas dan dibakar bisa mendatangkan harta karun? gumamnya lagi. Hmm, kalau begitu aku juga akan mencari ular sebesar itu, ujar Mak Piah. Mak Piah pun berjalan ke hutan mencari seekor ular. Tak lama, ia pun mendapatkan seekor ular berbisa. Dari ular berbisa ini pasti akan mendatangkan harta karun lebih banyak daripada yang didapat oleh Mah Bongsu, pikir Mak Piah. Ular itu lalu di bawa pulang. Malam harinya ular berbisa itu ditidurkan bersama Siti Mayang. Saya takut! Ular melilit dan menggigitku! teriak Siti Mayang ketakutan. Anakku, jangan takut. Bertahanlah, ular itu akan mendatangkan harta karun, ucap Mak Piah.
kulitnya yang terkelupas dan dibakar bisa mendatangkan harta karun? gumamnya lagi. Hmm, kalau begitu aku juga akan mencari ular sebesar itu, ujar Mak Piah. Mak Piah pun berjalan ke hutan mencari seekor ular. Tak lama, ia pun mendapatkan seekor ular berbisa. Dari ular berbisa ini pasti akan mendatangkan harta karun lebih banyak daripada yang didapat oleh Mah Bongsu, pikir Mak Piah. Ular itu lalu di bawa pulang. Malam harinya ular berbisa itu ditidurkan bersama Siti Mayang. Saya takut! Ular melilit dan menggigitku! teriak Siti Mayang ketakutan. Anakku, jangan takut. Bertahanlah, ular itu akan mendatangkan harta karun, ucap Mak Piah.
Sementara itu, luka ular milik Mah Bongsu sudah sembuh. Mah Bongsu
semakin menyayangi ularnya. Saat Mah Bongsu menghidangkan makanan dan
minuman untuk ularnya, ia tiba-tiba terkejut. Jangan terkejut. Malam ini
antarkan aku ke sungai, tempat pertemuan kita dulu, kata ular yang
ternyata pandai berbicara seperti manusia. Mah Bongsu mengantar ular itu
ke sungai. Sesampainya di sungai, ular mengutarakan isi hatinya. Mah
Bongsu, Aku ingin membalas budi yang setimpal dengan yang telah kau
berikan padaku, ungkap ular itu. Aku ingin melamarmu untuk menjadi
istriku, lanjutnya. Mah Bongsu semakin terkejut, ia tidak bisa menjawab
sepatah katapun. Bahkan ia menjadi bingung. Ular segera menanggalkan
kulitnya dan seketika itu juga berubah wujud menjadi seorang pemuda yang
tampan dan gagah perkasa. Kulit ular sakti itu pun berubah wujud
menjadi sebuah gedung yang megah yang terletak di halaman depan pondok
Mah bongsu.
Selanjutnya tempat itu diberi nama desa Tiban asal dari kata ketiban,
yang artinya kejatuhan keberuntungan atau mendapat kebahagiaan.
Akhirnya, Mah Bongsu melangsungkan pernikahan dengan pemuda tampan
tersebut. Pesta pun dilangsungkan tiga hari tiga malam. Berbagai macam
hiburan ditampilkan. Tamu yang datang tiada henti-hentinya memberikan
ucapan selamat.
Dibalik kebahagian Mah Bongsu, keadaan keluarga Mak Piah yang tamak
dan loba sedang dirundung duka, karena Siti Mayang, anak gadisnya
meninggal dipatuk ular berbisa. Konon, sungai pertemuan Mah Bongsu
dengan ular sakti yang berubah wujud menjadi pemuda tampan itu dipercaya
sebagai tempat jodoh. Sehingga sungai itu disebut Sungai Jodoh.
HIKMAH: Sikap tamak, serakah akan mengakibatkan kerugian pada diri sendiri. Sedang sikap menerima apa adanya, mau menghargai orang lain dan rela berkorban demi sesama yang membutuhkan, akan berbuah kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar